Wednesday, November 15, 2017

AYAT-AYAT RUMAH TANGGA

KAJIAN AL QUR’AN
AYAT-AYAT RUMAH TANGGA
Pengajian Subuh Masjid At Taubah – Ustadz Abdullah Amin – Bekasi, Senin, 13 November 2017
Surat (2) Al Baqarah ayat 221 -  242 adalah hukum-hukum Allah yang menerangkan tentang kehidupan berumah tangga (pokok-pokok hukum perkawinan, perceraian dan penyusuan)
Di antara ayat-ayat tersebut yaitu ayat 238 dan 239 terselip peringatan Allah untuk tidak melupakan shalat dalam keadaan apapun, termasuk segala problema rumah tangga yang seringkali menjadi ujian dalam berumah tangga. Seberapapun sulit dan berat masalah yang kita hadapi, shalat (mengingat Allah) wajib kita tegakkan.
QS 2 : 221; Larangan menikah dengan wanita musyrik sebelum mereka masuk Islam. Larangan untuk menikahkan orang musyrik dengan wanita –wanita mukmin sebelum orang-orang itu masuk Islam.
QS 2 : 222; Ayat ini menjelaskan tentang “haid”. Ada beberapa kata yang perlu diluruskan terjemahan/tafsirnya.
1.   Al mahid = tempat haid, bukan hanya sekedar haid. Yang harus dijauhi adalah tempat haid bukan istri-istri yang sedang haid.
2.   Aźa = gangguan kecil, bukan diterjemahkan sebagai “kotor/kotoran”. Ayat lain yang menjelaskan bahwa aźa itu bukan kotor melainkan “gangguan” yaitu QS 3 – Ali Imran : 111 dan QS 33 Al Ahzab : 48.
Mengapa merupakan gangguan kecil? Karena istri ada perasaan tidak nyaman, rasa sakit, dan merasa kotor saat haid. Sedang suami merasa tidak bebas ada halangan untuk menggauli istrinya.
3.   Terjemahan yang lebih tepat untuk “apabila mereka telah suci” ialah “apabila mereka telah bersuci
Jadi ada 2 syarat suami boleh menggauli istrinya lagi, yaitu: Istri harus suci dan bersuci. Suci = berhenti haid, sudah tidak ada lagi darah yang keluar, bersih. Bersuci = mandi junub. Tidak boleh menggauli istri kalau suci tapi belum bersuci, atau belum suci (masa haid belum lewat) sudah bersuci. Harus kedua-dua syarat dipenuhi, tidak boleh hanya salah satu.
Terjemahan yang lebih tepat untuk ayat ini menjadi: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah gangguan kecil”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari tempat haid wanita; dan janganlah kamu mendekati tempat haid mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” ~ QS (2) Al Baqarah : 222 ~
Mengapa para sahabat bertanya seperti itu sehingga ayat ini diturunkan? Dahulu orang-orang Yahudi menjauhi istri-istri mereka secara fisik, tidak mau dekat-dekat, bahkan tidak mau makan masakan istri yang sedang haid.  Sedangkan kaum Nasrani, mempunyai kebiasaan untuk tetap melakukan hubungan suami istri walaupun istrinya haid, tapi tanpa mengeluarkan darah. Maka diturunkan ayat ini kepada Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia.
Kalau melangar perintah ini, maka hendaklah bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
QS 2 : 223; Ayat ni merupakan perintah Allah untuk menggauli istri atau dengan perkataan lain, menggauli istri adalah perintah Allah. Istri-istri = ladang bagi suami. Ladang = tempat bercocok tanam. Kalau sudah dalam keadaan suci dan bersuci ladang boleh didatangi kapan saja dengan cara apa saja yang disukai, asal di tempat bercocok tanam (vagina) dan sudah suci dan bersuci.
Asal usul ayat ini diturunkan, karena pada waktu itu ada larangan di antara kaum Yahudi untuk bersenggama dari belakang (tapi tetap di tempat bercocok tanam). Kalau dilanggar maka ada kepercayaan bahwa anak yang dilahirkan menjadi juling (strabismus). Maka ditegaskan melalui ayat ini bahwa suami boleh menggauli istri bagaimana pun caranya yang disukai asal di tempat bercocok tanam.
Kalau istri adalah ladang, maka hasil dari ladang terutama ditentukan oleh “benih” yang ditanam padanya. Kalau hasil ladangnya tidak sesuai harapan, maka yang pertama harus dipertanyakan ialah kualitas “benih”nya yang  berasal dari suami. “Ladang” untuk membuat benih berkembang dengan baik, bisa disuburkan dengan bermacam-macam cara. Maka tidak patutlah kalau keturunan yang dihasilkan tidak memenuhi harapan dan dianggap memiliki cacat atau kekurangan ditimpakan kesalahan pada istri. Sang suami seharusnya diperiksa dulu kesehatan dan vertilitas dirinya.
Dalam ayat ini ada perintah untuk mengutamakan amal yang baik saat melakukan hubungan suami istri. ‘Qaddimu’ = berbuatlah/utamakan perbuatan yang baik di sisi Allah. Juga perintah untuk bertaqwa, yaitu mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah yang berkaitan dengan hubungan suami istri.  Antara lain dengan mengucap Basmallah dan memanjatkan doa untuk mendapatkan anak keturunan yang baik, sebagaimana Nabi Zakaria berdoa untuk mendapatkan anak yang baik di usai yang sudah tua dan dikabulkan doanya (QS 3 ; 38, QS 21 : 89-90).  Ibadah ini akan diminta pertanggung-jawaban saat menemui Allah di hari akhir kelak.

QS 2 : 224; Bersumpah harus menggunakan nama Allah. Dilarang untuk bersumpah menggunakan nama Allah untuk suatu yang tidak baik atau buruk. Misalnya: “Demi Allah saya tak akan bertemu dengan saudara-saudaraku lagi” (karena mungkin saudara-sudaranya itu memfitnahnya) atau “Demi Allah saya tidak akan bersedekah membantu pesantren itu lagi” (karena mungkin ditengarai ada oknum yang korupsi di pesantren itu). Sumpah juga tidak boleh menjadi sebab terhalangnya berbuat kebaikan seperti contoh di atas. Atau menjadi penghalang untuk bertaqwa kepada Allah, serta terhalangnya penciptaan perdamaian (islah) di antara manusia.
QS 2 – 225; Kalau sumpah yang tidak disengaja tidak dihukum. Misalnya: Wallahu (demi Allah) pembuka jalan jenazah yang lewat diantara kerumunan di masjid Nabawi Madinah.
Yang dihukum adalah sumpah yang disengaja, dan ada niat dalam hati. Sumpah jabatan, walaupun diminta pihak lain untuk bersumpah merupakan sumpah yang berlaku. Tidak bisa seorang pejabat yang disumpah mengatakan bahwa ia hanya mengikuti lafal pembimbing/kadi dan sesungguhnya tidak ada niat serius. Dan tetap melanggar sumpah dengan korupsi…
QS 2 : 226; Tentang orang-orang yang bersumpah untuk tidak menggauli/ menyetubuhi istrinya selama-lamanya (= ilaa’). Dengan turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih dan memutuskan antara kembali menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau menceraikannya.
QS 2 : 227; Dibolehkan ber-talaq bila bercerai sudah jadi keputusan bersama.
QS 2 : 228; Istri yang dicerai harus menunggu/menahan diri selama 3 kali quru’/haid’.  Kalau istri sudah dicerai, tidak boleh digauli/disetubuhi. Kalau dalam keadaan suci (sudah lewat masa haidnya) namun tetap digauli = talaq bin’ah.
Suami punya hak untuk rujuk kembali dalam masa iddah dengan tujuan damai (bukan untuk menyakiti) tapi untuk kebaikan (ishlah). Dalam hal ini mau tidak mau istri harus menerima untuk dirujuk. Hal ini merupakan kelebihan dan kesenangan dari suami yang ingin rujuk.
Sebaliknya istri yang akan dirujuk juga punya hak yang seimbang dengan kewajibannya untuk menuruti kehendak suami untuk rujuk yaitu dengan dibayarnya mahar terlebih dulu pada waktu akad rujuk. Hal ini menjadi kesenangan istri karena sebelum menjalani kewajiban sebagai istri ia telah menerima haknya terlebih dahulu. Jadi, suami juga punya kewajiban untuk memenuhi hak istri terlebih dahulu.
QS 2 : 229; Dibolehkan bagi suami untuk mentalaq dan merujuk istrinya dua kali. Kalau talaq ke-3 ada aturannya sendiri untuk rujuk lagi.
Saat rujuk lakukan dengan cara yang ma’ruf dan ceraikan dengan cara yang baik. Apa yang sudah diberikan kepada istri tidak boleh diminta kembali. Kecuali kalau keduanya merasa tidak sanggup untuk menjalankan hukum-hukum Allah, misalnya kegagalan membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah, cecok dan berbeda pendapat terus, dapat dibuat kesepakatan di mana istri bersedia mengembalikan sebagian apa yang sudah diberikan oleh suami.
Bila istri yang minta cerai (khulu’ = talaq tebus), maka dia boleh menebus dirinya dengan antara lain mengembalikan sebagian maskawin atau pemberian suami (ini disebut ‘iwadh = uang/harta pembayaran dari istri untuk bercerai). Alasan istri minta cerai mungkin karena dia tidak senang karena suaminya jelek, atau memiliki banyak kekurangan.
Jadi, kalau suami minta cerai, dilarang meminta kembali apa yang sudah diberikan lepada istri.
Kalau istri minta cerai, istri minimal harus mengembalikan maskawinnya. 
QS 2 : 230; Bila suami telah menjatuhkan talaq ke-3, maka dia tidak lagi boleh rujuk sebelum istri yang dicerai menikah terlebih dahulu dengan lelaki lain. Bila lelaki lain itu kemudian menceraikan si istri, maka suami baru boleh menikahi kembali istrinya. Itulah hukm Allah yang harus diikuti.
QS 2 : 231; Kalau sudah menceraikan istri dan hampir/mendekati habis masa iddahnya (artinya, belum masuk masa iddah) boleh dirujuki (bukan ditahan, karena bisa dipersepsikan ‘dipenjara’) atau cerai dengan baik-baik. Dilarang menceraikan lalu merujuki istri dengan maksud berbuat zalim/aniaya/memberi kemudharatan, misalnya dengan memaksa mereka minta cerai dengan jalan khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung. Kalau menyakiti istri semacam ini maka berarti suami telah menszalimi diri sendiri
Ayat-ayat Allah = Hukum-hukum Allah. Nikmat Allah: 1. Diberi seorang istri/istri-istri. 2. Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad s.a.w.
QS 2 : 232; Kalau sudah habis masa iddahnya, istri tidak boleh dihalangi untuk menikah lagi dengan calon suami (mantan suami atau laki-laki lain). Janda berhak dan bebas memilih calon suaminya. Kalau si janda sudah cocok (“taradau” - se-agama/iman dan saling mencintai) mereka harus dinikahkan dan didukung pernikahannya. Itulah aturan Allah yang lebih baik dan lebih suci. Oleh karenanya harus diikuti.
QS 2 : 233; Kewajiban ibu menyusui anaknya sampai genap umur 2 tahun, boleh kurang dari itu.  2 Tahun sudah sempurna, artinya tidak boleh ditambah lagi, dan anak harus disapih.
Kewajiban ayah untuk mencukupi nafkah dan pakaian bagi anak dan istri dengan cara yang patut selama istri menyusui anak, walaupun istri sudah dicerai. Istri juga tidak boleh memaksa suami kalau suami dalam keadaan kekurangan dan tidak dapat mencukupi nafkah bagi anak istri.
Ibu dan bapak si anak jangan sampai menderita karena anaknya ini.  Artinya, anak harus dirawat oleh sang ibu. Untuk ini perlu dukungan ayah. Kalau tidak maka istri akan menderita. Istri harus diberi makanan bergizi yang cukup supaya bisa menyusui anaknya dengan baik. Sebaliknya, kalau sang ibu tidak bersedia merawat anaknya, dan diserahkan ke ayahnya, maka ayahlah yang menderita, walaupun ayah sudah cukup memberi nafkah.
Dalam memberi nafkah harus sesuai dengan kemampuan ayah. Menyusuipun harus sesuai dengan kemampuan ibu. Kalau ibu tidak mampu bisa disusui ibu lain dengan imbalan. Hukum ini bertujuan agar anak tumbuh kembang dengan baik dan sehat.
Kalau ayah tidak mampu, maka yang tanggung jawab adalah ahli waris dari ibu. Juga kalau ibu kurang mampu (dari sudut ilmu dan tata cara merawat bayi/anak), maka ahli warislah harus membantu. Hukum ini berlaku untuk status nikah maupun status bercerai.
Bila mau menyapih sebelum 2 tahun maka ibu dan bapak harus: 1) Saling merelakan dan 2) bermusyawarah sampai tercapai kesepakatan yang jelas bagaimana mencukupi kebutuhan gizi anak. Tidak boleh hanya sepihak yang ingin menyapih, kecuali kalai anak sudah tidak mau menyusu lagi sebelum 2 tahun.
QS 2 : 234; Masa iddah wanita yang suaminya meninggal 4 bulan 10 hari. Setelah habis masa iddah, mereka bebas tak boleh dihalangi keluar rumah dan memilih calon suaminya.
QS 2 : 235; Ini tentang boleh tidak seorang janda dipinang sedang dia berada dalam masa iddah. Boleh meminang janda dengan sindiran, tidak boleh terang-terangan. Boleh menaksir, namun hanya dalam hati. Dilarang membuat perjanjian untuk menikah dengan secara rahasia. Hanya boleh beraharap.
Selama masa iddah seorang janda, maka laki-laki tidak boleh memantapkan hati atau berniat dalam hati untuk menikah si janda. Ini suatu peringatan, karena Allah Maha Mengetahui isi hati, dan bisa menjadi dosa bagi kita bila perintah ini dilanggar. Lihat QS (2) Al Baqarah : 284; tentang Allah mengetahui Maha Mengetahui isi hati/apay yang disembunyikan dalam hati dan ini akan diperhitungkan-Nya. Segala perbuatan fisik maupun isi hati akan mendapat perhitungan.
Catatan tambahan: Kalau janda Nabi, tidak boleh menikah lagi.
QS 2 : 236; Menceraikan istri yang belum digauli bahkan yang belum ditentukan maskawinnya, maka tidak ada dosa/kewajiban untuk membayar maskawinnya. Istri yang dicerai harus diberi mut’ah, yaitu pemberian yang patut sesuai kemampuan suami.
QS 2 : 237; Menceraikan istri yang belum digauli namun sudah ditentukan maskawinnya, maka suami berkewajiban membayar seperdua dari maskawin yang sudah ditentukan itu. Kecuali bila istri atau wali/suami memaafkan. Kalau  wali yang memaafkan maka suami terbebas dari kewajiban membayar maskawin yang seperdua itu. Sedangkan kalau suami yang memaafkan, maka dia membayar seluruh maskawin.
Selain itu suami dan istri yang bercerai harus tetap menjaga hubungan baik, dan tidak melupakan keutamaan (kebaikan yang dialami bersama. Antara istri yang dicerai “mantan” mertuanya tetap merupakan mahram.
QS 2 : 238-239;  Peringatan Allah untuk tidak melupakan shalat dalam keadaan apapun, termasuk segala problema rumah tangga yang seringkali menjadi ujian dalam kehidupan berumah tangga. Seberapapun sulit dan berat masalah yang kita hadapi, shalat (mengingat Allah) wajib kita tegakkan.
QS 2 : 240; Seorang suami yang akan wafat dan meninggalkan istri, harus berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) tetap diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari “rumahnya”. Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang patut untuk diri mereka sendiri.
Disebut “rumahnya” (bukan “rumahmu”) berarti rumah adalah milik istri.  
QS 2 : 241; Perempuan-perempuan yang diceraikan harus diberi mut’ah, ini untuk yang belum maupun yang sudah digauli. Kalau istri menolak mut’ah maka tidak berdosa bagi suami yang menceraikan.
QS 2 : 242;  Ayat Penutup tentang hukum-hukum Allah tentang kehidupan berumah tangga (perkawinan, perceraian dan penyusuan)
Kutipan ayat Al Qur’an yang menegaskan firman Allah tentang Ayat-Ayat Rumah Tangga.
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan ijin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” ~ QS (2) Al Baqarah : 221 ~
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri 137) dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci 138). Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” ~ QS (2) Al Baqarah : 222 ~
137) Maksudnya jangan menyetubuhi wanita di waktu haid
138) Ialah sesudah mandi. Ada pula yang menafsirkan sesudah berhenti keluarnya darah
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman” ~ QS (2) Al Baqarah : 223 ~
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertaqwa dan mengadakan ishlah di antara manusia 139). Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha aMengetahui” ~ QS (2) Al Baqarah : 224 ~

139) Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Alllah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun 140)~ QS (2) Al Baqarah : 225 ~

140) Halim berarti penyantun, tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya 141) diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ~ QS (2) Al Baqarah : 226 ~

141) Meng-ilaa’” istri maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri istri. Dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Dengan turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau menceraikannya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 227 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru 142). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya 143). Dan  Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ~ QS (2) Al Baqarah : 228 ~

142) Quru‘ dapat diartikan suci atau haid
143) Hal ini disebabkan karena suami bertanggung-jawa terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangg (lihat Surat 4 An Nisaa’ ayat 34)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-sitri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya (144). Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” ~ QS (2) Al Baqarah : 229 ~

144) Ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan ‘iwadh. Khulu’ yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut ‘iwadh.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kemudian bila suami mentalaqnya (sesudah talaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Alah. Diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 230 ~
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka 145). Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As-Sunnah). Allah memberi perngajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ~ QS (2) Al Baqarah : 231 ~

145) Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan jalan khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya 146), apabila terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 232 ~

146) Kawin lagi dengan bekas suaminya atau dengan laki-laki lain
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi nafkah dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Betaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang amu kerjakan.” ~ QS (2) Al Baqarah : 233 ~
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirianya (ber’idah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka 147) menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” ~ QS (2) Al Baqarah : 234 ~

147) Berhias, atau berpergian atau menerima pinangan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu 148) dengan sindiran 149) atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan-perkataan yang ma’ruf 150). Dan janganlah kamu bera’zam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddah-nya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” ~ QS (2) Al Baqarah : 235 ~

148) Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam masa iddah.
149) Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita yang dalam iddah talaq raji’I tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran
150) Perkataan sindiran yang baik.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” ~ QS (2) Al Baqarah : 236 ~
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang-orang yang memegang ikatan nikah 151), dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.” ~ QS (2) Al Baqarah : 237 ~

151) Ialah suami atau wali. Kalau wali yang memaafkan, maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang memaafkan maka dia membayar seluruh mahar.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha 152). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’” ~ QS (2) Al Baqarah : 238 ~

152) “Shalat wustha” ialah shalat yang ditengah-tengah dan paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan “shalat wustha” ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 239 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Nijaksana.” ~ QS (2) Al Baqarah : 240 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah 153) menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang taqwa.” ~ QS (2) Al Baqarah : 241 ~

153) Mut’ah (pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istri yang akan diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya supaya kamu memahaminya.” ~ QS (2) Al Baqarah : 242 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan oleh H. R. Mimuk Bambang Irawan - Jakasampurna, Bekasi, Senin, 13 November 2017

No comments:

Post a Comment