Tuesday, March 24, 2015

MEMOHON PETUNJUK ALLAH, SUDAHKAH DIIJABAH?

MEMOHON PETUNJUK ALLAH, SUDAHKAH DIIJABAH?


Bismillahirrohmannirrohiim

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, setiap hari seorang muslim sekurang-kurangnya memohon petunjuk Allah sebanyak 17 kali dalam shalat fardhu mulai Subuh sampai Isya, belum lagi dalam shalat-shalat sunnah seperti tahajjud, dhuha, rawatib dan lain-lainnya:

Ihdinas siratal mustaqim. Sirotal lazina an’amta ‘alaihim, gairil magdubi ‘alaihim wa laddollin~ QS 1 – Al Fatehah : 6-7 ~

Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat~ QS 1 – Al Fatehah : 6-7 ~

Sebagai hamba Allah amatlah wajar bila kita meminta petunjuk kepada Sang Pencipta kita agar hidup kita selamat sejahtera dunia akhirat dengan menapaki jalan yang lurus sebagaimana bunyi doa kita
Sayang sekali bahwa doa itu amatlah sering dibacakan tanpa penghayatan maknanya. Membacanya dalam shalat yang tidak khusyu, secara otomatis terlepas dari bibir kita, bahkan ada kalanya kita tidak sadar bahwa kita telah memanjatkannya. Astaghfirullah, ya Allah ampunilah hambaMu ini... 

Kita juga tidak menyadari bahwa sesungguhnya doa meminta petunjuk ini telah Allah kabulkan dan tersedia di depan kita, yaitu, Al Qur’anul Karim. Karena tidak menyadari hal ini kita terus meminta petunjukNya, seakan-akan Allah belum juga mengijabahnya. Petunjuk Allah untuk kita benar-benar-benar telah diberikan kepada kita sebagaimana firmanNya:

“Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini” ~ QS 45 – Al Jaatsiyah : 20 ~

“Al Qur’an ini adalah penerangan bagi sekluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa” ~ QS 3 – Ali Imran : 138 ~

Dalam dua ayat pendek di atas, Allah menegaskan bahwa Al Qur’an bisa merupakan petunjuk, rahmat dan pelajaran bila kita meyakininya (haqulyakin) dan termasuk golongan orang yang bertaqwa.

Bukti bahwa kita telah meyakini Al Qur’an sebagai petunjuk adalah bila kita telah menjalankan arahan Allah subhanahu wa ta’ala tentang bagaimana kita harus menggunakan Al Qur’an ini agar benar-benar bisa berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia yang bisa kita singkat dengan 7M

Mari kita lihat, bahwa kita diWAJIBkan oleh Allah untuk:

#1 – Memiliki Al Qur’an. Bagaimana mungkin kita bsa menjadikan Al Qur’an sebagai pertunjuk dan pedoman hidup bila kita tidak memilikinya. Seorang muslim pastilah mempunyai Kitabullah ini, sebagaimana pertanyaan Allah dalam firmanNya:

Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?~ QS 68 – Al Qalam : 37 ~

#2 – Membaca Al Qur’an. Setelah kita memilikinya maka langkah kedua adalah perintah Allah untuk membacanya:

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat ....~ QS 29 – Al ‘Ankabuut : 45 ~

Dalam ayat ini, selain memerintahkan kita untuk membaca Al Qur’an, Allah juga memerintahkan kita untuk shalat. Walau Al Qur’an disampaikan dalam bahasa Arab, kita orang Indonesia yang tidak menguasai bahasa Arab boleh membaca tafsir atau terjemahannya. Yang terpenting ialah kita bisa mempelajari dan mengerti apa yang tertulis di dalamnya

#3 – Mempelajari Al Qur’an. Saat kita membacanya (terjemahan), maka kita bisa mempelajari kejadian-kejadian dan kisah-kisah bersejarah yang berkaitan dengan Allah dan penciptaan serta peradaban manusia, para Nabi dan keimanannya di masa lalu, sekarang dan yang akan datang

“.... Akan tetapi (dia berkata): ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya~ QS 3 – Ali Imran : 79 ~

#4 – Mengerti/Memahami Al Qur’an. Dari apa yang kita pelajari, maka hendaknya kita bisa menangkap makna dari pesan dan petunjuk yang disampaikan dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan semua kehidupan manusia di muka bumi dan di alam yang akan datang sebagai pedoman hidup selamat dan bahagia dunia akhirat.

Alif, lam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” ~ QS 12 – Yusuf : 1-2 ~

Allah menurunkan Al Qur’an dalam bahasa manusia bukan bahasa langit, yaitu bahasa Arab di mana Al Qur’an diturunkan. Dengan demikian Al Qur’an bisa diterjemahkan dan ditafsirkan dalam bahasa-bahasa lain agar dapat dipahami oleh berbagai bangsa.

#5 – Mengamalkan/Melaksanakan/Mengerjakan ajaran Al Qur’an. Setelah memahami sedikit demi sedikit petunjuk, perintah dan larangan Allah (Al Qur’an juga ditutunkan secara bertahap, tidak sekali gus, untuk memantapkan pemahaman tentang isi Al Qur’an), maka perintah selanjutnya adalah mengamalkannya. Ibaratnya setelah kita mengetahui teorinya maka kita harus mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari

“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat” ~ QS 6 – Al An’aam : 155 ~

Cara mengamalkan ajaran dalam Al Qur’an telah dicontohkan oleh Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dal kumpulan As-Sunnah. Jadi, hendaknya kita mengikuti cara yang dicontohkan Nabi, tidak memebuat cara dan aturan sendiri dalam mengamalkannya.

#6 – Menyampaikan/Menyebarkan ajaran Al Qur’an. Ini berkaitan dengan syi’ar Islam dan dakwah. Bukan hanya Rasul yang wajib menyampaikan firman-firman Allah, tapi selaku seorang muslim kita wajib menyampaikan apa yang telah kita pelajari dan amalkan kepada orang lain bila kita telah memiliki kemampuan untuk itu.  

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir~ QS 5 – Al Maa-idah : 67 ~

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sampaikanlah ariku walau hanya satu ayat(HR  Bukhari)

Dalam melakukan dakwah dan syi’ar Islam tidaklah kita perlu menunggu sampai kita memahami dan mempraktekkan seluruh isi Al Qur’an. Sebarkan sesuai kemampuan dan penguasaan kita. Caranya bisa macam-macam, melalui diskusi, ceramah, tulisan yang disebarkan melalui sosmed, blog dan booklet, serta berbagai cara lain yang sesuai sikon. 

#7 – Melestarikan kegiatan 1 s/d 6. Dengan melakukan perintah Allah di atas berupa, Memiliki, Membaca, Mempelajari, Memahami, Mengamalkan dan Menyebarkan Al Qur’an maka hakekatnya kita telah menyembah Allah Sang Pencipta kita. Kegiatan ini merupakan tugas yang wajib kita lakukan seumur hidup sebagaimana firmanNya:

Dan sembahlah Tuhanmu, sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)~ QS 15 : 99 ~

Kesimpulan dari bahsan kali ini adalah bahwa doa kita memohonkan petunjuk Allah “Tunjukilah kami jalan yang lurus” sesungguhnya telah diijabah oleh Allah Yang Maha Rahman dan Rahiim berupa sebuah Kitab, Al Qur’an, yang merupakan petunjuk bagi orang yang meyakini dan bertaqwa.
Hendaknya kita senantiasa menyadari bahwa setiap kali melakukan shalat fardhu maupun sunnah, bacaan “Ihdinas-siratal mustaqim” merupakan pengingat bagi kita dan penulis untuk mengkuti ke-7 perintah Allah di atas atau disingkat 7M (Memiliki, Membaca, Mempelajari, Memahami, Mengamalkan, Menyebarkan dan Melestarikan Al Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup kita).

Semoga bermanfaat.

Wasallam, Mimuk Bambang Irawan
Jakarta, 24 Maret 2015
Dari Kajian Pengajian Kelompok 5 RW 09 Jakasampurna
Narasumber: AA Diaz Genaldy

Friday, March 20, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 96 AL ‘ALAQ AYAT 6 - 19

TURUNNYA SURAH 96 AL ‘ALAQ AYAT 6 - 19

Kisah Al Hakam ibn Hisyam (Abu Jahal) yang dijuluki Fir’aun Makkah Masa Jahiliyah

(6)”Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas
(7) karena dia melihat dirinya serba cukup
(8) Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)
(9) Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang
(10) seorang hamba ketika mengerjakan shalat
(11) bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran
(12) bertakwa (kepada Allah)?
(13) Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
(14) Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”
(15) Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka
(16) (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka
(17) Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya)
(18) kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah
(19) sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)” ~ QS 96 – Al ‘Alaq : 6 - 19 ~

Kisahnya:

Lelaki itu tubuhnya kecil dan nampak ringkih, namun wajahnya terlihat kelam seakan-akan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh. Pandangannya tajam menakutkan, lidah dan ucapannya tajam mengiris menyakitkan hati orang lain, dialah Amir ibn Hisyam yang dijuluki Al Hakam karena kejahatan dan kebenciannya kepada Islam, sehingga oleh Rasulullah dinamai “Abu Jahal – Biang Kebodohan”.

Saat Rasulullah menyatakan kerasulannya, Abu Jahal bernazar akan menjadi musuh utama Islam. Dia senantiasa berusaha menyakiti Muhammad dan para pengikutnya.

Sebutlah satu keluarga budak, yang terdiri dari Yasir, Samiyyah isterinya dan Anmar puteranya. Mereka diam-diam mengikuti ajaran Muhammad, maka atas ijin pemiliknya, Abu Jahal melampiaskan kemarahannya dengan menyiksanya sehingga Yasir dan Samiyyah meninggal dibunuhnya. Namun Rasulullah memberi kabar gembira kepada keluarga budak itu, bahwa mereka sebagai ahli surga.

Abu Jahal dan kawan-kawannya setiap saat merancang cara untuk menyakiti Muhammad namun Allah SWT senantiasa melindungi beliau, tapi Abu Jahal tidak pernah jera.
Inilah beberapa kejahatan Abu Jahal yang dilakukan pada Rasulullah :

Saat Rasulullah bersujud dalam Sholat di Masjidil Haram, Abu Jahal berjanji kepada kawan-kawannya akan menendang bokong Muhammad. Namun saat akan melakukannya, Allah melindungi Rasulullah seolah-olah ada tabir yang menghalangi sehingga dia tidak bisa mendekati Rasulullah.
Atas kejadian ini Allah menurunkan ayat :

Kallaa innal insaana layathghaa”
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas ~ QS 96 – Al ‘Alaq : 6 ~

Arraa hustaghnaa”
“karena dia melihat dirinya serba cukup” ~ QS 96 – Al ‘Alaq : 7 ~

Inna ilaa rabbikarruj’aa”
“Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 8 ~

Ketika Rasulullah selesai sholat di Masjidil Haram, Abu Jahal mendekatinya dengan suara keras penuh amarah: “Hai Muhammad...!! Aku melarangmu shalat dan jangan pernah mendekati tempat ini lagi. Jika kamu bersikeras... Lihatlah apa yang akan aku lakukan kepadamu...!!!”.
Rasulullah tidak menghiraukannya dan saat itu pula turun ayat:

“ara aitalladzii yanhaa”
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 9 ~

“’abdan idzaa shallaa”
“seorang hamba ketika mengerjakan shalat”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 10 ~

“ara aita inkaana ‘alaal hudaa”
“bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 11 ~

“aw amara bittaqwaa”
“bertakwa (kepada Allah)?”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 12 ~

“ara aita in kadzdzaba watawallaa”
“Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 13 ~

“alam ya’lam biannallaaha yaraa”
“Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 14 ~

“Kallaa lain lam yantahi lanasfa’an binnaashiyah”
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 15 ~

“Naashiyatin khaathiah”
“(yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 16 ~

Ketika Rasulullah kembali ke Masjidil Haram, Abu Jahal melarangnya dengan menyebut dia sebagai pemimpin lembah Masjidil Haram, Rasulullah tidak menghiraukan. Namun ketika Abu Jahal mendekati beliau, ia mundur terkejut seolah-olah melihat unta yang besar yang menghalanginya. Atas kejadian itu Allah langsung menurunkan ayat:

“Falyad’u naadiyah”
“Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya)”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 17 ~

“Sanad’uzzabaaniyah”
“kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 18 ~

“Kallaa laa tuthi’hu wasjud waqtarib”
“sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”
~ QS 96 – Al ‘Alaq : 19 ~

Suatu hari Abu Jahal dan kawan-kawannya mencegat Rasulullah untuk mecela, memarahi dan mengucapkan kata-kata kotor yang tidak pantas. Namun tiba-tiba datanglah Hamzah ibn Abdul Muthalib paman Rasulullah yang belum masuk Islam melemparkan Abu Jahal ke tanah sambil mengancam akan menghukumnya jika mengganggu lagi Muhammad. Atas kehendak Allah pada saat itu pula Hamzah masuk Islam. Keislaman Hamzah tentu saja menambah kekuatan umat Islam, karena selain Hamzah putera Abdul Muthalib pemuka Mekkah, juga dia seorang pemuda pemberani dan kuat.

Suatu kejadian yang menimpa seorang pedagang unta yang ditipu oleh Abu Jahal dengan tidak membayar unta yang telah dibelinya. Oleh Para pemuka Mekkah pedagang unta ini disuruh menemui Muhammad dengan maksud untuk mengadukan Muhammad dengan Abu Jahal. Rasulullah beserta pedagang unta datang ke rumah Abu Jahal untuk menagih. Terjadi kejadian aneh bahwa Abu Jahal tanpa basa basi langsung membayarnya. Dalam pandangan Abu Jahal, dia melihat hean buas di kepala Rasulullah yang akan menerkamnya.

Suatu hari Abu Jahal bersama para pemuda Quraisy mengurung rumah Rasulullah untuk membunuhnya. Namun Allah SWT menyelamatkan beliau dengna menyuruhnya berhijrah. Mereka tidak melihat kepergian Rasulullah bersama Abu Bakar.

Demikian beberapa penghinaan Fir’aun Mekkah saat itu kepada Rasulullah, hingga saat perang Badar berlumba-lumbalah para pemuda Muslim yang ingin membunuh Abu Jahal. Abu Jahal mati dengan leher terputus ditebas para pemuda Muslim Muaz ibn Amr, Muas ibn Afra dan Abdullah ibn Mas’ud. Kini dia sedang menunggu hukuman Allah di akhirat.

Bekasi, 15 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and Posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : Al ‘Alaq (96) - Ayat 6 - 19 - Kisah Al Hakam ibn Hisyam (Abu Jahal) – Fir’aun Makkah Masa Jahiliyah

ASBABUN NUZUL SURAH 80 – AL ABASA AYAT 1 - 11

TURUNNYA SURAH 80 – AL ABASA AYAT 1 - 11

Kisah Abdullah ibn Ummi Maktum yang menyebabkan Allah subhanahu wa ta’ala menegur RasulNya

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar Mekkah), maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sesungguhnya ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)...! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan”. ~ QS 80 – ‘Abasa : 1-11 ~

Kisahnya:

Abdullah ibn Ummi Maktum sebetulnya masih kerabat dari Sayyidah Khadijah. Dia sejak kecil sudah kehilangan penglihatannya namun mata bathin-nyalah yang membimbing dan memandunya kemanapun ia pergi. Selain itu Allah Subhanahu wa ta’ala menganugerahinya cahaya keimanan yang menerangi relung hatinya.

Abdullah ibn Ummi Maktum bukanlah pembesar Mekkah, bukan pula penyair. Namun namanya cukup dikenal luas oleh penduduk Mekkah. Ketika ia berjalan dengan tongkatnya, orang-orang selalu memperhatikan dan mengawasinya. Kalau dia bicara, suaranya renyah dan pembicaraannya enak didengar.

Abdullah ibn Ummi Maktum juga tahu bahwa telah datang agama baru dan Muhammad ibn Abdullah suami dari Khadijah kerabatnya, telah diutus sebagai Rasul Allah. Dia berusaha mencari tahu ajaran yang disampaikan Muhammad itu, mengikuti perkembangannya, mengetahui keislaman Hamzah ibn Abdul Muthalib paman Muhammad dan mengetahui pula semakin banyaknya orang yang masuk Islam.

Pada suatu hari Rasulullah sedang duduk berhadapan dengan Al Walid ibn Al Mughirah, seorang pemuka Mekkah beserta pemuka-pemuka Quraisy lainnya yang memusuhi Rasulullah. Beliau sedang menjelaskan hakekat ajaran Islam yang dida’wahkan kepada mereka.

Dengan tegas Rasulullah menyatakan bahwa orang kafir dan penentang seruan-seruannya diancam dengan siksa neraka, sementara bagi yang beriman dan mentaati ajaran Islam akan mendapatkan ni’mat surga. Tak lupa beliau juga mengingatkan bahwa tradisi menyembah berhala-berhala merupakan tradisi yang sesat dan rusak. Beliau berharap Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberi hidayah kepada mereka. Namun para pemuka Mekkah itu tetap berpaling dan menolaknya.

Ketika Rasulullah sedang berbicara itulah datang Abdullah ibn Ummi Maktum dan berseru: “Wahai Rasulullah...”. Dia datang ke rumah Al Arqam tempat Rasulullah berda’wah untuk menemuinya. Saat dia menyeru, tentu saja dia tidak mengetahui bahwa Rasulullah sedang berbicara dengan para pembesar Mekkah.

Saat itu Rasulullah tidak meresponnya, Abdullah kembali menyerunya: “Wahai Rasulullah...ajari aku yang Allah ajarkan kepadamu...!!”

Sekali lagi Rasulullah tidak meresponnya karena dia sedang fokus berusaha meyakinkan para pemuka Mekkah akan ajarannya. Karena Abdullah ibn Ummi Maktum tidak mengetahui apa yang sedang dilakukan Rasulullah dan mengira Rasulullah tidak mendengarnya, sekali lagi ia berseru: “Wahai Rasulullah ajari aku...!!”.

Rasulullah tetap larut dalam pembicaraannya menjelaskan Islam kepada para pemuka Quraisy. Tanpa putus asa Abdullah ibn Ummi Maktum berseru lagi: “Wahai Rasulullah, bacakanlah kepadaku Al Qur’an”.

Rupanya Rasulullah terusik oleh suara Abdullah ibn Ummi Maktum yang berulang-ulang menyerunya, sementara beliau sedang berbicara, hingga beliau terlihat kesal. Wajahnya cemberut dan dahinya berkerut menggambarkan kekesalan karena ada orang yang menyela pembicaraan dengan para pemuka Mekkah.

Rasulullah berpandangan, keislaman para pembesar Quraisy jauh lebih bermanfaat bagi Islam daripada keislaman seorang Abdullah ibn Ummi Maktum. Beliau sedang berusaha meyakinkan mereka, meskipun mereka tetap saja berpaling darinya. Karena itu beliau tidak merespon panggilan Abdullah.

Karena merasa kesal seruannya diabaikan, Abdullah ibn Maktum memegang erat tongkatnya lalu pergi meninggalkan Rasulullah saw. Dia sangat berduka mengingat kehadirannya tidak digubris, padahal ia telah menempuh perjalanan cukup jauh dalam keadaan buta.

Sepeninggal para pembesar Quraisy, Rasulullah merenung dan saat itu teringatlah pada suara yang menyeru ketika dia sedang bicara panjang lebar dengan para pemuka Quraisy. Beliau menyadari kesalahannya dan merasa yakin bahwa Abdullah ibn Ummi Maktum tentu tersinggung dengan diabaikan seruannya.

Beliau langsung pergi mencari Abdullah ibn Ummi Maktum. Disaat beliau berjalan mencari-cari Abdullah ibn Ummi Maktum, Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat-ayat Al Qur’an:

“’Abasa watawallaa. An jaa ahul a’maa. Wa maa yudriika la’allahuu yazzakkaa. Aw yadzdzakkaru fatanfa’ahudzdzikraa. Ammaa manistaghnaa. Faantalahuu tashaddaa. Wamaa ‘alayka allaa yazzakkaa. Wa ammaa man jaa akayas’aa. Wahuwa yakhsyaa. Fa anta ‘anhu talahhaa. Kallaa innahaa tadzkirah”

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar Mekkah), maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sesungguhnya ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)...! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan”. ~ QS 80 – ‘Abasa : 1-11 ~

Rasulullah yakin bahwa ayat itu merupakan suatu teguran dari Allah Subhanahu wa ta’ala karena mengabaikan Abdullah ibn Ummi Maktum. Ayat ini mengingatkan bahwa kekurangan fisik seseorang yang didalamnya ada keinginan untuk beriman, jauh lebih mulia daripada seseorang yang kuat, terhormat tapi tidak ada keinginan untuk beriman. Dimata Allah hanya orang-orang yang berimanlah yang paling utama.

Menyadari kekeliruannya Rasulullah mengutus seseorang untuk mencari Abdullah dan memintanya agar menemui beliau. Ketika Abdullah ibn Ummi Maktum datang, Rasulullah menyambutnya dengan suka cita dan bersabda: “Selamat datang wahai orang yang karenanya aku ditegur Allah....”, kemudian Rasulullah membentangkan selendangnya sambil mempersilahkan Abdullah duduk diatasnya. Abdullah ibn Ummi Maktum merasa senang bahwa dia begitu diperhatikan Rasulullah, bahkan kedatangan yang tidak digubris tadi membuat Rasulullah mendapat teguran Allah Subhanahu wa ta’ala.

Pada saat Rasulullah hijrah ke Madinah, Abdullah ibn Ummi Maktum sudah lebih dahulu hijrah bersama Mush’ah ibn Umair untuk mengajarkan Al Qur’an kepada penduduk Madinah. Karena keterbatasan penglihatan, Rasulullah melarang Abdullah ibn Ummi Maktum untuk ikut berjihad dengan pasukan Muslim lainnya.

Karena kuatnya keinginan Abdullah untuk berperang, maka suatu kali Rasulullah mengijinkan dia ikut berperang melawan pasukan Persia. Abdullah ibn Ummi Maktum diberi tugas memegang panji muslim serta dengan suaranya yang nyaring dia disuruh membakar semangat juang kaum Muslimin. Akhirnya perang itu dimenangkan oleh kaum Muslimin. Alangkah bahagianya perasaan Abdullah ibn Maktum yang telah ikut berperang membela panji Islam.

Ada cerita menarik dari perjalanan kisah Abdullah ibn Ummi Maktum, yaitu pada suatu hari ketika Abdullah ibn Ummi Maktum sedang berjalan-jalan menyusuri kota Madinah, ia dihampiri seorang wanita Yahudi yang sepertinya berniat baik untuk menolongnya. Wanita Yahudi itu sangat mengenal Abdullah, karena ia sering mendengar Abdullah adzan kedua setelah Bilal.

Wanita itu berkata: “Hai orang tua, engkau telah berikrar menerima Islam dan mengikuti Muhammad...Jika engkau meyakini kebenarannya, bisakah Muhammad atau Tuhannya mengembalikan penglihatanmu...?”

Abdullah ibn Ummi Maktum terkesiap kaget, namun si wanita masih  melanjutkan kata-katanya: “Isa Almasih bisa menyembuhkan orang yang buta, sementara Nabi Musa dapat memancarkan air dari bebatuan, mengeluarkan kaumnya dari kekejaman Fir’aun... Tetapi Rasulmu, Muhammad ternyata membiarkanmu tetap buta, kau kesulitan berjalan... Aku yakin jika kau tinggalkan agamamu dan beralih mengikuti agama kami, niscaya kebutaanmu dapat sembuh... Musa akan mengembalikan penglihatanmu”.

Abdullah ibn Ummi Maktum tidak dapat menahan kegeramannya mendengar penghinaan itu, tangannya yang sedang memegang tongkat melayang memukul kepala wanita itu hingga berdarah. Rasulullah mendengar kejadian ini dan meminta penjelasan Abdullah. Setelah mendengar penjelasannya, Rasulullah bersabda: “Allah telah menjauhkannya darimu”.

Abdullah ibn Ummi Maktum sampai akhir hayatnya tetap bermukim di Madinah. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala merahmatinya. Aamiin.

Bekasi, 15 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and Posted by: Rika Rakasih
Sumber : Al Qur’anul Karim
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : Al Abasa - Ayat 1-11 Ã  Abdullah ibn Ummi Maktum, sebabkan Allah menegur RasulNya

Thursday, March 19, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 6 AL AN’AAM – AYAT 52

TURUNNYA SURAH 6 AL AN’AAM – AYAT 52

Kisah para budak (Bilal ibn Rabbah dan Kabbab ibn Al Urti) yang disiksa majikannya karena masuk Islam

Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim) ~ QS 6 – Al An’aam : Ayat 52 ~

Hari itu di kota Mekkah geger, terjadi gelombang kekalutan, keresahan, keriuhan dan kegelisahan. Semua orang berkata-kata, berpendapat, ada yang mendukung dan ada pula yang menentang.

Hari itu, Muhammad ibn Abdullah berdiri diatas bukit Shafa, puncak Kemurnian menyeru dengan lantang bahwa Allah telah mengutusnya menjadi Rasulullah, untuk mengajak manusia menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, untuk mengakui kenabiannya, beribadah mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan penyembahan kepada berhala-berhala yang bisu, tuli dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Da’wah Muhammad yang selama 3 tahun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, hari itu atas petunjuk Allah dilakukan secara terbuka.

Selama 3 tahun itu sudah cukup banyak orang yang beriman dan mengucapkan janji kepadanya mulai dari isterinya, sahabat dekatnya, putera pamannya, beberapa orang terpelajar dan beberapa budak serta hamba sahaya yang sembunyi-sembunyi dari majikannya.

Dengan diserukannya syiar Islam secara terbuka, bukannya membuat para budak menjadi takut mendapat siksaan dari para majikannya, tapi malah membuat mereka tambah kuat keimanannya. Tentu saja hal ini membuat geram para majikannya yang masih kafir dan tidak segan-segan mereka menyiksanya tanpa rasa kemanusiaan.

#1 -Bilal ibn Rabah

Bilal ibn Rabah, adalah seorang budak hitam Habsy. Dia mewarisi keturunan budak dari ibu dan bapaknya. Dia milik seorang pemuka Mekkah bernama Umayyah ibn Khalaf yang dikenal sangat membenci Rasulullah. Begitu mendengar budaknya mengikuti ajaran Rasulullah, tentu saja dia sangat murka: “Celakalah kamu Bilal...! Ia benar-benar akan merasakan siksa yang pedih hingga menyatakan kembali kepada keyakinan kaumku, seraya menghinakan Muhammad dan agamanya...!”

Berkali-kali Umayyah memerintahkan Bilal untuk keluar dari agama Muhammad, tapi berkali-kali pula Bilal menolak perintahnya. Akhirnya kesabaran Umayyah habis dan mulailah ia menyiksa Bilal mulai dengan memukul, mencambuk seraya memaksa Bilal kembali pada agama dia. Pucak siksaan kepada Bilal, Umayyah menyeret Bilal ke tengah padang pasir yang panas terik, menelanjanginya, menidurkan dengan tangan dan kakinya terbentang, lalu menimpakan batu besar ke dadanya seraya terus menerus mencambukinya sambil berteriak: “Kafirlah terhadap Muhammad...!! Serulah nama tuhan Latta dan Uzza...!!

Namun diantara sela-sela rintihannya, tak ada kata lain yang keluar dari mulut Bilal selain: “Ahad...Ahad...Ahad...”.

Umayyah makin marah dan mulai menusukkan pisau ke beberapa bagian tubuh Bilal sambil memerintahkan Bilal mengucapkan tuhan Latta dan Uzza, tapi dengan tegas Bilal menjawab: “Lidahku tak dapat menyebutkan kata yang engkau inginkan...Ahad...Ahad”.

Berkali-kali Bilal mengalami siksaan seperti itu namun bukan menyurutkan keyakinannya akan agama Islam malah bertambah kuat.

Suatu hari seperti biasa Umayyah sedang menyiksa Bilal, terdengan oleh Abu Bakar dan segera menemui Umayyah: “Hai pemimpin Bani Jamh...takutlah engkau kepada Allah...Engkau telah memperlakukan budakmu ini secara buruk...!!!”

Umayyah berpaling pada Abu Bakar sambil marah: “Engkau dan sahabatmu Muhammad telah merusak hubungan budak ini dengan majikannya. Kalian telah mengeluarkannya dari agama nenek moyang, kemudian mengikuti agama Muhammad dan mengimani Tuhannya... Siksaan seperti ini pantas dirasakan budak yang membangkang pada majikan dan tuhannya, bahkan seharusnya disiksa dengan siksaan yang lebih berat lagi...!!”

Abu Bakar mengelus dada sambil berkata: “Bagaimana jika aku membelinya darimu...”. Umayyah kaget dan menjawab: “Membelinya ...? mengapa engkau mau membelinya...? Budak ini sudah tidak bisa melakukan apa-apa... Ia sudah tidak punya kekuatan dan semangat kerja...”.
“Aku akan membelinya darimu seharga lima uqiyah emas...” kata Abu Bakar.
“Lima uqiyah...?? Itu khan tak mencapai satu dirham...!! tapi biarlah aku menjual kepadamu...ayo bayarlah dulu dan bawa budak ini, aku yakin kau akan rugi...”.

Setelah uang lima uqiyah emas itu diterima Umayyah, ia berkata: “Kini budak ini menjadi milikmu...asal tahu saja budak ini tidak bisa apa-apa...seandainya engkau membayar 1 uqiyah pun aku sudah beruntung...”.

Sambil mengangkat batu yang menindih dada Bilal, kemudian membersihkan tubuh Bilal dan memeluknya dengan lemah lembut, Abu Bakar menjawab: “Hai Umayyah...demi Allah bahkan seandainya engkau hargai Bilai 100 uqiyah emas, aku tetap akan membelinya...sebab aku merasa beruntung...”.

Abu Bakar membebaskan Bilal dari siksaan majikannya dan kemudian memerdekakannya. Tentu saja Umayyah mendongkol meluputkan untuk mendapat keuntungan 100 uqiyah emas.

Kini Bilal menjadi seorang Muslim yang merdeka setara dengan Muslim lainnya dan ia makin giat menyiarkan da’wah Islam, bersemangat menghadiri majelis ilmu yang digelar Rasulullah

#2 - Kabbab ibn Al Urti

Dia adalah budak milik seorang wanita bernama Ummu Anmar yang penggalan kisah hidupnya terpatri dalam kitab suci.

Ummu Anmar sangat murka mendengar Khabbab telah lama masuk Islam tanpa sepengetahuannya.

Khabbab tercatat menjadi orang ke 5 yang masuk Islam di luar rumah tangga Rasulullah setelah Abu Bakar, Bilal, Samiyyah dan Anmar.

Ummu Anmar menyiksa Khabbab agar kembali ke agama majikannya dengan cara menyeterika punggung Khabbab dengan besi panas sehingga kulit dan dagingnya terbakar sampai menyentuh ke tulangnya. Disulutnya pula badannya dengan api agar kulitnya terkelupas. Wanit Quraisy itu tidak pernah puas menyiksa Khabbab dengan memukul, mencambuk bagian badan yang telah luka dan kepalanya sehingga tubuhnya menjadi lemah dan ringkih, namun ia tetap tidak mau meninggalkan ajaran Muhammad.

Sampai suatu hari Khabbab merasa penglihatannya kabur mungkin karena terlalu banyaknya siksaan yang mendera kepalanya. Dengan sedikit kekuatannya ia menemui Rasulullah di Arkam dan setelah bertemu berkata: “Wahai Rasulullah, mohonkanlah pertolongan untukku”.

Rasulullah berusaha menenangkan Khabbab dengan bersabda: “Wahai Khabbab...Dimasa lalu ada orang yang dikubur hidup-hidup di dalam tanah, tinggal kepalanya yang tersembul di permukaan, kemudian kepalanya itu dilempari batu agar dia berpaling dari agamanya. Ada pula orang yang disisir kepalanya dengan sisir besi yang tajam sehingga yang tersisa hanya batok kepalanya agar ia meninggalkan agamanya. Ketahuilah, Allah pasti akan menyelesaikan urusan ini sehingga datang seorang laki-laki diatas tunggangannya dari Shan’a menuju Hadra Maut. Laki-laki itu hanya takut kepada Allah, namun kalian tidak sabar dan ingin menyegerakan kedatangannya (H.R. Ahmad).

Beliaupun berdo’a untuk Khabbab: “Ya Allah, tolonglah Khabbab”. Ucapan itu sangat menyejukkan Khabbab dan mengharapkan datangnya kemenangan serta pertolongan Allah. Tidak lama setelah itu Allah mengabulkan do’a Rasulullah dan Khabbab berhasil melepaskan diri dari perbudakan Ummu Anmar.

Seakan-akan mendapatkan kembali semangat hidupnya, ia menyibukkan diri dalam berbagai aktivitas untuk membantu Muslim, ia menjadi ahli dalam membuat senjata dan alat-alat perang lainnya. Namanya semakin termashur di Mekkah. Dengan daya ingatnya yang kuat ia juga mempunyai kemampuan menghafal Al Qur’an dan mengingat setiap ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw.

Suatu hari seorang pemuka Quraisy yang dikenal sebagai petarung dan pemberani, yaitu Umar ibn Al Khaththab berjalan dengan pedang terhunus untuk mencari Rasulullah dan akan membunuhnya. Ditengah jalan ia dicegat seorang Muslim bernama Naim Al nukhkham seraya berkata: “Mau kemana kau Umar...? Apa yang akan kau lakukan dengan pedangmu...?”.

Umar menjawab: “Aku menghendaki Muhammad ibn Abdullah. Ia telah menghina tuhan-tuhan kita dan aku akan membunuhnya...”.

Naim berkata: “Hai Umar... kau telah dibutakan nafsumu... Apakah keluarga Manaf akan membiarkanmu begitu saja jika kau membunuh Muhammad...? Urusi saja keluargamu karena ketahuilah Umar, adikmu Fatimah dan suaminya Said ibn Zaid telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad...”.

Umar bagaikan disambar petir mendengar kata-kata Naim dan dia sangat marah, hampir saja ia memukul Naim karena tidak percaya.

Pada hari itu Khabbab sedang mengajar dan menelaah Al Qur’an bersama Zaid dan Fatimah. Pada saat Umar datang, Fatimah segera menyembunyikan ayat Al Qur’an dan Khabbab pun bersembunyi. Dengan marah Umar memukul Fatimah dan Zaid hingga mukanya berdarah membasahi wajahnya.

Melihat wajah adiknya bercucuran darah, Umar terdiam dan merasa bersalah karena telah bertindak berlebihan. Dia meminta Fatimah menyerahkan lembaran Al Qur’an yang dipegangnya. Sepertinya Allah tidak mengijinkan lembaran Al Qur’an dipegang oleh orang yang tidak suci, Fatimah tiba-tiba berkata: “Berwudhulah dahulu jika engkau ingin memegangnya, lembaran kita Allah itu tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci”.

Sesuai kehendak Allah, Umar berwudhu, kemudian memegang lembaran itu dan membaca ayat Al Qur’an:

Thahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)~ QS 20 – Thahaa : Ayat 1-3 ~

Sejenak Umar terhenyak, ia merasakan cahaya iman memenuhi hatinya. Dengan suara yang lembut ia menanyakan tempat Muhammad. Mendengar percakapan yang tampak sejuk itu, Khabbab keluar dari tempat persembunyiannya dan memberitahu Umar bahwa Muhammad sedang di rumah Al Arqom. Umar bergegas menemui Muhammad dan dihadapan beliau ia langsung menyatakan keIslamannya.

Dengan masuk Islam-nya Umar, kaum Muslim mendapat berkah dan darah baru, seperti halnya ketika Hamzah ibn Abdul Muthalib, paman Nabi bergabung dengan mereka.

Rasulullah dalam menda’wahkan ajaran Islam kepada para pengikutnya biasanya sesudah menunaikan sholat berkumpul di rumah salah seorang sahabat secara bergantian. Mereka duduk sejajar tanpa ada perbedaan mana pemuka Mekkah, saudagar, bangsawan, maupun budak yang papa dan lemah.

Pemandangan seperti ini tentu saja terlihat ganjil di kalangan penduduk Mekkah yang tidak terbiasa makan, minum bersama para budak, hingga salah seorang pemuka Mekkah berkata: “Hai Muhammad kami akan mengikutimu seandainya engkau sudi mengusir budak-budak itu. Kami tidak sudi bergaul dan disejajarkan dengan mereka”.

Ucapan yang disampaikan itu bermakna penghinaan untuk mencela sekaligus menyerang Rasulullah. Ucapan seperti itu pula pernah dilontarkan kaum Nabi Nuh kepada Nabi Nuh as.

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta” ~ QS 11 – Huud : Ayat 27 ~

Dan Nabi Nuh menentang ucapan itu.

Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui. Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?”
~ QS 11 – Huud : Ayat 29 dan 30 ~

Tak terbersit sedikitpun dalam benak Rasulullah pikiran atau keinginan untuk menjauhkan budak dan golongan yang lemah. Islam mengajarkan kesejajaran, dihadapan Allah yang membedakan seorang manusia dengan manusia lainnya hanyalah takwanya kepada Allah SWT.

Dalam keadaan seperti itu Allah SWT menurunkan wahyu sebagai panduan yang tegas :

“Wa laa tathrudillaziina yad’uuna rabbahum bilghadaati wal’asyiyyiiyuriiduuna wajhahu maa ‘alaika min hisaabika ‘alayhim min syai in fatathrudahum fatakuuna minadhdhaalimiin”.

Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim) ~ QS 6 – Al An’aam : Ayat 52 ~

Bilal ibn Rabah dan Khabbab ibn Al Urti beserta bekas budak lainnya seperti Shu’aib ibn Sinan, Ammar ibn Yasir ikut berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah. Mereka itu mendirikan Masjid Nabi bahkan Bilal karena suaranya merdu dan keras diangkat menjadi Mu’adzin utama. Mereka juga ikut berperang melawan kaum Quraisy dalam perang Badar, Uhud dan perang lainnya.

Dalam perang Badar, Bilal ingat akan kekejian Umayyah yang kebetulan saat itu ikut berperang melawan kaum Muslim. Dia berlari menghampirinya: “Hai Umayyah ibn Khalaf...!! Dengarlah...aku tidak akan selamat jika kau selamat...!!”. Sebetulnya Bilal ingin sekali mengajak bekas majikannya untuk bergabung masuk Islam, namun saat ini malah datang dari Mekkah untuk memerangi umat Islam. Dengan pedang terhunus dan menyeru kata-kata yang dulu diucapkan saat disiksa Umayyah: “Ahad...Ahad...”, Bilal menerjang Umayyah sambil membabatkan pedang ke leher Umayyah. Pentolan kafir Mekkah ini seketika ambruk dan hewan tunggangannya menginjak-injak jasadnya.

Sepeninggal Rasulullah, Bilal setia menemani Khalifah Abu Bakar Ashshiddiq dan dia menolak untuk mengumandangkan adzan lagi, meskipun dibujuk Khalifah Abu Bakar.

Baru pada saat Khalifah Umar ibn Khaththab atas permintaan Khalifah, Bilal mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya sepeninggal Rasulullah meskipun saat mengucapkan Asyhadu anna Muhammadarrasulullaah suaranya merintih dan menimbulkan isak tangis para sahabat mengingat Sang Junjunan yang telah tiada.

Bilal ibn Rabah meninggal di Damaskus, semoga Allah merahmati budak negro yang derajatnya mulia ini.

Begitu pula Khabbab ibn Al Urti, budak yang mendapat siksaan kejam tanpa ada yang menolong memerdekakannya selain do’a Rasulullah yang dikabulkan Allah SWT meninggal di Madinah saat Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Semoga Allah merahmatinya.

Bekasi, 15 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and Posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda

Thema : ‘Kisah para budak (Bilal ibn Rabbah dan Kabbab ibn Al Urti) yang disiksa majikannya karena masuk Islam’ QS Taha (20) - Ayat 1-3, Hud (11) - Ayat 27, Al An ‘am (6) – Ayat 52