Thursday, June 21, 2012

BEKAL DI HARI TUA


Bismillahirrohmanirrohiim


Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah SWT, suatu hari beberapa eksekutif satu perusahaan terlibat pembicaraan yang cukup seru. Topiknya: apa yang akan dilakukan setelah mereka pensiun dari perusahaan mereka nanti. Ada di antara mereka yang berencana untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Sambil menghitung-hitung berapa uang yang mesti didepositokan agar ia mendapat bunga bulanan yang cukup untuk hidup santai namun berkecukupan.

Ada lagi kawan yang lain  menghitung-hitung dana pensiun yang bakal diterimanya dari perusahaan sebagai awal usaha rumah makan kecil-kecilan di masa tuanya kelak. “Dengan buka restoran kecil, aku dan istriku  bisa ikut makan. Enggak bakal kelaparan, deh!” dalihnya. Satu kawan lainnya malah telah membuka asuransi hari tua dalam dolar yang cukup besar, walaupun belakangan ia merubahnya dengan asuransi dalam rupiah karena tidak kuat membayar premi dalam dolar.

Seorang eksekutif wanita telah melakukan investasi bersama suaminya dalam mengelola rumah kos untuk pegawai di beberapa kawasan industri dan berhasil. “Setidaknya aku sudah punya bekal untuk masa tuaku nanti. Aku enggak perlu tergantung dan meminta pada orang lain kelak,” ujarnya penuh keyakinan.

Semuanya tampak demikian umum dan wajar serta cukup feasible. Satu hal yang dapat ditangkap dari pembicaraan ini ialah bahwa ada satu rasa cemas di antara mereka. Rasa cemas akan bayangan hidup sengsara, melarat, sakit-sakitan dan terhina di hari tua nanti, sehingga mereka menumpuk harta dalam macam-macam bentuk tadi.

Apakah kemapanan dalam bentuk uang dan harta yang berlimpah akan menjamin kehidupan hari tua yang bahagia? Belum tentu! Namun yang pasti adalah bahwa Allah telah menjanjikan rizki tanpa batas kepada manusia asalkan kita benar-benar bertaqwa kepada-Nya.


“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir,
 dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman.
Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat.
Dan Allah memberi rezkikepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”
~ Al-Baqarah – QS 2 : 212 ~


Mengenai harta, maka Islam menganjurkan kita untuk mencari harta sebanyak-banyaknya asal digunakan untuk ibadah dan kebaikan ummat. Makin banyak makin bagus. Tidak ada anjuran menyimpan harta untuk diri sendiri. Sikap Nabi Muhammad saw terhadap penumpukan harta ini dapat disimpulkan dari kisah berikut ini.

Suatu hari Rasulullah saw. melihat setumpuk kurma di rumah Bilal. Beliau bertanya kepada Bilal : “Untuk apa ini?” Jawab Bilal : “Ya Rasulullah, kurma ini untuk persediaan kebutuhan di masa depan” Mendengar jawaban itu Nabi Muhammad saw berucap : “Apakah kau tidak takut terkena api neraka pada hari perhitungan kelak? Bagikanlah kurma itu, Bilal dan jangan takut Allah akan membiarkan kita kelaparan.”

Dalam cerita ini Nabi saw mengingatkan kita untuk senantiasa mengandalkan Allah dan tidak sekali-kali meragukan-Nya dalam memberikan rizki kepada kita. Lebih lanjut mengenai harta ini Nabi saw bersabda:


“Barang siapa menumpuk harta melebihi kebutuhannnya
berarti dia telah mengambil kematiannya sendiri tanpa disadari.”

Hadist Rasulullah saw tersebut diatas mengingatkan kita betapa bahayanya urusan harta ini. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Theosofia Al-Qur’an menegaskan kembali bahwa menumpuk harta melebihi kebutuhan bisa membinasakan diri sendiri ditinjau dari 3 hal.

Pertama, penumpukan harta cenderung menyeret kita ke tebing ma’ziat dan kezaliman. Bukankah ujian berupa kenikmatan harta lebih susah lulusnya ketimbang musibah berupa kepailitan dan kemiskinan? Harta berlebihan merupakan kondisi yang subur bagi timbulnya berbagai penyakit hati ; sombong, dengki, hilangnya sikap sabar, rasa ingin menang sendiri serta kesusahan dan kerisauan.

Kedua, harta yang banyak cenderung mendorong kita untuk hidup melebihi yang kita butuhkan. Boros dan bermewah-mewah adalah ciri yang nyata dari kelebihan harta yang digunakan secara salah.

Ketiga, menumpuk harta bisa membuat kita lupa kepada Allah, kita menjadi alpa untuk berdzikir kepada Allah. Padahal dzikrullah adalah azaz untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

Mengenai harta ini pula, firman Allah dalam Al-Qur’an mengingatkan kita :


“Dan mereka yang menyimpan emas dan perak,dan tidak meng-infaq-kannya di jalan Allah,maka sampaikanlah (olehmu Muhammad) berita kepada mereka tentang adanya azab yang pedih. Yaitu, ketika emas dan perak itu dibakar di neraka jahanam,
 dan dengan harta itu disetrika lambung dan punggung mereka.
Inilah harta yang kamu simpan dulu untuk (kepentingan) dirimu sendiri,
 maka sekarang rasakanlah apa yang telah kamu simpan.
~ At Taubah - QS 9 : 34-35 ~


“Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)….”
~ At Taghaabun - QS 64 : 15 ~


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
 melalaikan kamu dari mengingat Allah”
~ Al Munaafiquun - QS 63 : 9 ~


“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
 sampai kamu masuk dalam khubur”
~ At Takaatsur - QS 102 :1 ~

Jadi, Al-Qur’an melarang kita untuk mengumpulkan harta untuk kepentingan sendiri dengan ancaman siksa neraka yang amat kejam, sekaligus mengingatkan kita betapa berbahayanya memelihara harta.

Pada ayat-ayat yang lain. Al-Qur’an memberikan petunjuk yang jelas tentang bagaimana sebaiknya kita memanfaatkan harta yang kita peroleh agar di ridhoi Allah swt. seperti difirmankan Allah :


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertaqwa.`Yaitu) orang yang menafkahkan (hartanya)baik di waktu lapang maupun sempitdan memaafkan (kesalahan) orang.
 Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan
~ Ali-’Imran – QS 3 : 133-134 ~


“Sekali-kali kamu tidak dapat mencapai kebajikan (yang sempurna),
 sehingga kamu menafkahkan sebagian hartamu yang kamu cintai……”
~ Ali-‘Imran – QS 3 : 92 ~

Sedangkan beberapa hadist mengenai bersedekah menyebutkan:


“Bersedekahlah kamu,
 karena sedekah dapat membebaskanmu dari api neraka”
(HR Ath-Thabrani)


“Sedekah dapat menghalangi kematian secara hina”
(Diriwayatkan oleh Al-Qudha’I dari Abu Hurairah).


Barangsiapa yang diminta dengan ridhla Allah, lalu dia memberi, maka ditulislah baginya tujuhpuluh kebaikan”
(HR Al-Baihaqi dari Ibnu Umar)

Sudah menjadi jelas bagi kita, bahwa Allah telah menetapkan firmanNya sebagai pedoman bagi kita dalam me-“manage” harta yang kita peroleh. Juga tersirat bahwa kita dianjurkan untuk hidup sederhana (secukupnya) agar kelebihan harta dapat kita infaqkan di jalan Allah. Dengan ketetapanNya itu maka kita bisa semakin yakin bahwa hanya dengan bertaqwa kepadaNya-lah rizki kita akan terjamin sampai kapanpun.

Dengan demikian kecemasan yang tidak berdasar seperti kesengsaraan, kemelaratan, kehinaan, kenestapaan, penyakitan yang akan menimpa kita kelak di hari tua sebaiknya kita singkirkan.(Bukankah kita sudah hakkul yaqin akan firman Allah dalam Al-Qur-an?)

Yang dapat kita persiapkan menjelang masa tua ialah segala sesuatu agar dimasa tua kita bisa semakin banyak beribadah. Untuk itu modal yang paling utama ialah kesehatan kita. Sabda Nabi Muhammad saw seperti yang diriwayatkan Ibnu Majah: “Mintalah kesehatan kepada Allah, karena sesungguhnya tidak ada nikmat yang paling utama daripada nikmat kesehatan, selain keimanan” 

Dengan kesehatan kita bisa berbuat apapun, mencari nafkah kelak di waktu uzur nanti, menikmati makanan, beribadah, dan melakukan hal-hal lain yang disenangi. Bisa dibayangkan bila kita dalam keadaan sakit, semua hal disekitar kita menjadi tidak menyenangkan, kita tidak bisa menikmati makanan yang lezat, ibadah menjadi terasa berat.

Pantaslah bila nikmat kesehatan ditempatkan nomor dua setelah nikmat keimanan. Oleh karena itu sungguh tepatlah anjuran Nabi saw untuk meminta kesehatan kepada Allah. Dalam setiap shalat kita, permohonan agar diberi kesehatan menjadi bagian dari do’a bacaan shalat, yaitu ketika duduk antara 2 sujud : Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku rizki, angkatlah derajatku, berikanlah petunjukmu, sehatkanlah aku dan maafkanlah aku.

Permohonan kita yang terus-menerus tentunya harus didukung oleh tindakan kita menjaga kesehatan itu sendiri. Artinya, harus ada usaha kongkrit dari kita untuk menempuh cara-cara hidup sehat lahir dan bathin. Banyak nasihat-nasihat kesehatan yang sudah kita ketahui secara umum namun masih kita langgar.

Kita bisa memperbaiki diri dengan mengikuti nasihat-nasihat yang baik, misalnya : berolah raga secara teratur dan jenisnya sesuai dengan umur kita. Berhenti merokok. Mulailah makanan yang low-cholesterol dan hindari makanan yang enak secara berlebihan. Sesuaikanlah kemampuan tubuh yang semakin tua dengan beban kerja kita atau kegiatan kita. Jangan ngoyo!

Perbanyaklah kegiatan yang memperkaya bathin kita, misalnya membaca buku yang meningkatkan ilmu kita, mendengarkan musik Islami atau alunan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Dengan banyak membaca, akal kita semakin terasah, sehingga bisa melahirkan gagasan-gagasan baru untuk memperbanyak ibadah.

Nah, bukankah keyakinan kita kepada Allah membuat kita semakin mantap menghadapi hari tua. Jadi, sebenarnya bukan bekal untuk hari tua yang kita perlukan, namun bekal untuk akhirat. Untuk mencapai akhirat dengan selamat, maka satu-satunya cara untuk membekali diri kita ialah dengan mengikuti aturan main yang telah difirmankan-Nya dalam Al-Qur-an.

Hari tua hanyalah sebagian kecil dari perjalanan hidup manusia, yang harus dijalani dengan membekali diri dengan tindakan amal saleh. Hari tua merupakan nikmat ketiga, yaitu selain nikmat keimanan dan nikmat kesehatan tadi, yaitu nikmat kesempatan. Hari tua merupakan kesempatan yang sebaik-baiknya untuk menggandakan amal saleh menjelang kematian kita. Dengan keyakinan ini, masihkah kita harus menyiapkan bekal materi untuk hari tua?

Bagaimana pendapat Anda?

Tulisan: H. R. Bambang Irawan – Nasihat untuk Anak-Anak, Cucu-Cucuku

Thursday, June 14, 2012

APAKAH KITA TELAH BERSYUKUR?

Bismillahirrohmanirrohiim

Indonesia dikenal sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi, subur tanahnya dan kaya kandungan minyak dan gas bumi dengan hasil melimpah ruah pula. Tapi mengapa rakyat Indonesia belum bisa sejahtera hidupnya?

Orang asing kenal Indonesia karena “Islands of spices”nya, sawah-sawah hijau yang menghampar di kaki gunung sehingga mereka perlu menjajah tanah air kita selama 3,5 abad untuk menggali kekayaan alam ini. Dalam hal kekayaan alam sebagai anugrah dan karunia Allah swt, sesungguhnya rakyat Indonesia sangat dimanja oleh Allah swt.

Keterpurukan kita dalam berbagai hal, musibah yang silih berganti, kekerasan antar kelompok yang terus mengemuka mungkin merupakan ayat Allah sebagai akibat dari kurangnya rasa syukur kita yang cenderung untuk menelantarkan dan mengingkari nikmatNya. Allah berfirman :

Dan ingatlah juga tatkala Rabb-mu memaklumkan,
 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu,
 dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.
~ Ibrahim – QS 14 : 7 ~

Bersyukur menurut definisi dari Bang Imaduddin, ialah memanfaatkan karunia Allah untuk sebesar-besarnya kemakmuran ummat. Bersyukur bukanlah semata-mata pelafalan kata “alhamdulillah”, namun bersyukur lebih merupakan tindakan kongkrit untuk mengelola karunia Allah, dalam hal ini kekayaan alam, untuk sebaik-baiknya kemakmuran ummat.

Tanda-tanda Gusti Allah untuk Bangsa Indonesia

Adanya tanah yang subur, dimana tongkat bisa jadi tanaman, bukankah ini merupakan tanda Allah agar kita lebih mendalami bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan dengan  mengembangkan agribisnis? Padang rumput yang hijau luas menghampar, bukankah merupakan isyarat Allah bahwa kita harus bertumpu pada peternakan?

Sebagai negara kepulauan dimana 60% dari wilayah kita adalah lautan, bukankah ini juga merupakan tanda-tanda Allah agar kita menekuni dan mengandalkan keahlian kelautan, misalnya perikanan, pembuatan kapal, industri hasil laut dsb?

Pemandangan alamnya yang indah yang ada dimana-mana seperti danau, gunung berapi, pantai, air terjun dan hutan tropis dan lain sebagainya, bukankah merupakan anugrah Allah di bidang pariwisata yang harus kita kelola dengan sebaik-baiknya? 

Hasil tambang yang ada di perut bumi seperti minyak-bumi, emas, perak, uranium, timah, bauksit, biji besi dan lain-lainnya bukankah merupakan ayat Allah agar kita mendalami ilmu tentang pertambangan dan menganjurkan kita untuk menguasai teknologi penambangannya?

Kelihatannya kita benar-benar buta melihat ayat-ayat Allah ini, padahal Allah telah menitahkan dalam Al-Qur’an agar senantiasa membaca alam untuk kemaslahatan kita bersama.

Allah berfirman:

Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap
 dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu
supaya kamu mendapat petunjuk.
~ Az-Zukhruf – QS 43 : 10 ~

Tidakkah mereka memperhatikan burung2 yang dimudahkan terbang di angkasa bebas.
Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang beriman
~ An-Nahl – QS 16 : 79 ~

Coba kita tengok beberapa pengingkaran kita. Beribu hektar hutan tropis di Kalimantan dibakar atau dibiarkan terbakar tanpa usaha yang sungguh-sungguh untuk memadamkannya. Pembabatan hutan jalan terus tanpa melakukan reboisasi.

Sebagai negara bahari, nelayan kita selalu kalah dengan kapal trawl dan dibiarkan miskin dan bodoh. Industri perikanannya jauh ketinggalan. Bikin kapal sendiri masih langka, padahal sudah lama kita mengklaim bangsa kita sebagai bangsa bahari (masih ingat lagu “nenek moyangku orang pelaut……..?”). Industri perikanan kita sebagian besar masih hanya sampai tingkat pembuatan ikan asin belaka. Industri pengolahan ikan modern dapat dihitung dengan jari dan sebagian kepemilikannya adalah orang asing (Jepang & Korea).

Di Cianjur (terkenal karena berasnya) dan di berbagai tempat lain, sawah subur berhektar-hektar akan dijadikan kompleks perumahan dan pusat perdagangan. Di tempat lain, sawah dijadikan lapangan golf atau hotel. Belum lagi sawah yang dibebaskan oleh pengembang namun dibiarkan menjadi lahan tidur selama bertahun-tahun. Kita diberi tanah yang luas, tapi tetap ngotot untuk bikin kondominium yang mewah. Kontradiktif sekali dengan keengganan kita untuk membangun rumah-rumah sederhana di tanah yang luas itu untuk memenuhi hajat ummat dengan kemampuan keuangan terbatas.

Sumber minyak bumi banyak, tapi kita tidak bisa mencari lokasinya dan mengolahnya. Lebih baik dikerjakan oleh bangsa asing yang sudah ahli. Hanya saja, masyarakat harus membeli “minyak jadi”nya, seperti bensin, minyak tanah dsb dengan harga tinggi. Ibaratnya, kita tanam pisang, orang lain yang memetik pisangnya, menggoreng dan menjual pisang gorengnya kepada kita.

Sungguh sikap yang bodoh dan merupakan pengingkaran senyata-nyatanya, karena kita tidak mau menggunakan akal yang dikaruniakan Allah swt kepada kita. Kita benar-benar khufur nikmat. Allah berfirman :

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
 pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.
Tetapi merekan mendustakan ayat-ayat Kami.
 Maka Kami  siksa mereka disebabkan perbuatannya.
~ Al-A’raaf – QS 7 : 96 ~

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram; rezekinya datang kepadanya dengan melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) mengingkari (kufur) nikmat-nikmat Allah. Karena itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh apa yang mereka perbuat.
~ An-Nahl – QS 16 : 112 ~

Allah telah menetapkan kehendaknya menurut firman-firmanNya diatas. Yang benar-benar kita harapkan saat ini ialah agar pemimpin bangsa dan pengelola negara ini, tidak buta membaca ayat-ayat Allah yang jelas dan nyata ini. Jangan sampai lagi terulang kita menjadi ummat yang tidak mensyukuri nikmatNya.

Masih ingat kisah Siti Hajar yang mondar-mandir mencari air di tengah bukit tandus bebatuan untuk meminumi anaknya Ismail yang menangis karena haus? Berkat perlindungan dan kebesaran Allah swt, akhirnya air memancar dari batu-batuan. Siti Hajar sangat mensyukuri nikmatNya dan memelihara mata air ini dengan baik.

Mata air itu, yang kini di kenal dengan sumur Zam-zam, tetap terpelihara sepanjang peradaban manusia mulai dari Nabi Ibrahim as. sampai saat ini. Pemeliharaan mata air itu merupakan suatu perwujudan dari ungkapan rasa syukur manusia atas karunia Allah itu. Kita perlu meniru bangsa Arab dalam hal bersyukur ini. Bangsa Arab mensyukuri pemberian Allah secara konsisten, walau wujudnya hanya berupa mata air, sehingga air Zam-zam bisa membawa berkah bagi berjuta-juta ummat muslim dari seluruh dunia.

Bangsa Indonesia seharusnya bisa belajar mensyukuri pemberian Allah yang berupa kekayaan alam yang sedemikian banyak. Dari kisah Siti Hajar itu, kita ambil hikmahnya bahwa Allah akan melimpahkan rizkiNya setelah kita berikhtiar, berusaha tanpa kenal lelah, seperti Siti Hajar mencari air yang nyaris mustahil di kegersangan tanah Arab.

Kita telah kurang keras berikhtiar dan kurang bersungguh-sungguh memanfaatkan karunia Allah swt. Percuma bangsa kita punya kekayaan alam, tapi kita tidak mau berpikir bagaimana memanfaatkannya untuk kemaslahatan semua ummat, bukan untuk diri sendiri seperti yang terjadi sebelumnya.

Nah, bagaimana mengenai diri kita sendiri sebagai individu? Apakah kita benar-benar telah mengetahui kelebihan yang ada pada diri kita, kemudian mensyukurinya dengan mengamalkan kelebihan itu untuk meningkatkan amal saleh? Hal ini patut dan sungguh perlu kita renungkan!

Latihan bersyukur:

Uwes Al-Qorni dalam bukunya “60 Penyakit Hati” memberikan petunjuk bagi kita dalam melatih diri untuk bersyukur. Berikut beberapa kiatnya:

1.     Bandingkanlah rezeki kita dengan rezeki orang yang berada di bawah kita, dan bandingkanlah amal akhirat dengan amal orang yang di atas kita.

2.     Senantiasa mensyukuri nikmat sekecil apapun. Orang yang tidak mensyukuri nikmat yang kecil, tidak akan dapat mensyukuri nikmat yang besar. Rasulullah bersabda: “Orang yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit tidak akan dapat mensyukuri nikmat yang banyak”

3.     Bersikap bijaksana dalam memahami ketentuan Allah; sebagai nikmat atau sebagai bencana. Tujuannya agar kita tidak salah dalam menentukan tindakan: bersyukur atau bersabar.

4.     Membiasakan mengingat kebaikan orang lain sekecil apapun, dan melupakan kejelekannya sebesar apapun. Orang yang tidak dapat berterima kasih atas kebaikan orang lain, tidak akan dapat mensyukuri nikmat dari Allah sebagaimana sabda Nabi: “Orang yang tidak bersyukur kepada manusia, tidak akan dapat bersyukur kepada Allah”

5.     Mengatur seluruh tindakan kita sesuai dengan etik Islam dan tata pergaulan antara sesama, khususnya antara sesama muslim.

Akhirnya, marilah kita doakan agar kita dan para pemimpin bangsa ini menyadari dan memperbaiki kesalahan dimasa lalu. Aamiin, Ya Robbal’alamiin

Bagaimana pendapat Anda?

Tulisan: H. R. Bambang Irawan

Thursday, June 7, 2012

AIDA

AIDA, menciptakan citra Islam yang positif

Bismillahirrohmanirrohiim

Saudara-saudara yang dirahmati Allah SWT, kali ini saya akan memperkenalkan Anda dengan AIDA. Aida yang ini bukan seorang muslimah cantik atau pemain sinetron. AIDA yang ini lain. AIDA yang ini adalah istilah manajemen penjualan dan merupakan singkatan dari Attention, Interest, Decision and Action.

AIDA - yang diterjemahkan sebagai: Perhatian, Minat, Pengambilan-keputusan dan Tindakan- adalah tahapan proses yang ada pada seorang pembeli, mulai dari ketidak peduliannya tentang suatu barang sampai tindakannya untuk membeli barang itu.

Seorang salesman atau tenaga penjual harus menguasai konsep AIDA ini agar jualannya laku. Si salesman harus selalu berusaha mengawali terjadinya proses itu dengan menarik perhatian konsumen, sehingga calon pembeli menjadi berminat atas barang dagangannya, membantu si pembeli dalam membuat keputusan dengan mempertimbangkan berbagai nilai positif dari barang dagangan sampai pada akhirnya si pembeli mengeluarkan koceknya untuk membeli barang itu.

Si Salesman harus selalu pro-active. Dia tidak bisa menunggu kerelaan calon pembeli untuk membeli barang dengan sendirinya. Namun sebaliknya, konsumen tetap memiliki kebebasan untuk menolak tawaran atau membeli barang itu.

Sebagai contoh, coba kita perhatikan seorang salesman pada satu stand elektronik di satu mal. Untuk menarik perhatian konsumen, standnya dipajangnya dengan meriah menggunakan bendera-bendera warna-warni, digunakannya sound system yang menggelegar agar terdengar dari jauh tentang keberadaan standnya (Attention).

Setelah terkena daya tarik ini, konsumen menjadi berminat: “Stand apa itu?” Untuk menjawab rasa ingin tahunya konsumenpun mendekati stand dan melihat-lihat. Salesman segera menyambutnya dan memperkenalkan berbagai tipe DVD player, sekaligus memperagakan kecanggihan berbagai tipe DVD produksi perusahaannya 1`

Kalau si salesman pandai maka dia akan berhasil menggiringnya ke proses pemilihan antara alternatif. Si salesman pandai itu akan membantu konsumen untuk memilih DVD yang sesuai dengan selera, keinginan dan kemampuan koceknya (Decision).

Setelah semua klop, konsumen cocok dengan tipe DVD yang ditawarkan, serta harga yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, maka terjadilah transaksi jual beli (Action).

Seorang Muslim yang baik, seyogyanya - ditengah gempuran terhadap citra baik Islam berupa tuduhan melakukan terorisme dan perkosaan - bisa melakukan peran yang mirip seorang salesman dalam menggunakan konsep AIDA untuk syi’ar Islam.

Target market-nya bisa kaum non-Muslim atau bahkan seorang yang hanya mengaku dirinya seorang muslim, Islam yang setengah-setengah atau seorang muslim yang tengah berada dalam kekafiran, istilahnya Islam KTP

Tujuannya adalah agar mereka menjadi pemeluk Islam yang sejati tanpa paksaan dengan pemahaman dan pengamalan sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits Nabi saw, atau paling sedikit mereka akan memandang Islam secara positif.

Pemanfaatan konsep AIDA bagi syi’ar Islam itu sangat penting bagi muslimin dan muslimat yang bekerja atau berada di lingkungan di mana kaum muslim menjadi minoritas. Bahkan dalam lingkungan yang sudah Islampun selalu diperlukan usaha untuk memberikan semacam reminder tentang ke-Islam-an yang baik.

Bagaimana kira-kira pelaksanaan konsep AIDA dalam kesehari-harian? Marilah kita jajagi satu demi satu.

ATTENTION.

Yang dapat menjadi daya tarik dari seorang yang muslim ialah pribadi dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam melaksanakan hubungan interpersonal yang horisontal (hablum minanas) dan hubungan dengan Tuhannya yang vertikal (hablum minallah).

Seorang yang secara lahiriah tampak sehat, ceria, bersemangat, memiliki daya tahan yang tinggi, bersih dan rapi, berpakaian serasi akan lebih mudah menjadi perhatian orang lain. Secara psikologis ia selalu percaya diri, bisa memotivasi diri sendiri, tenang, sabar, kreatif, rajin, bisa menahan diri dan tidak mudah menyerah. Secara sosial ia menjadi orang yang mudah bersahabat, demokratis, dermawan, toleran, menghargai pendapat dan peran orang lain, serta selalu menganjurkan hal-hal yang positif.

Dalam hubungannya dengan Allah, seorang muslim akan melaksanakan dengan tegas semua yang berhubungan dengan Tuhannya, seperti sholat, dzikir dan berdo’a yang mencerminkan seorang yang taat kepadaNya. Seorang muslim yang memiliki sifat-sifat positif itu dengan sendirinya akan menjadi perhatian lingkungannya, karena kehadirannya akan dirasakan bermanfaat dan memberikan iklim yang menyenangkan.

Mencontohkan hal-hal yang positif dalam menjalankan syari’at Islam akan menarik perhatian orang lain. Hal inipun dilakukan oleh Nabi saw, yaitu memberikan contoh-contoh yang baik, sehingga masyarakat pada waktu itu tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai Islam tanpa paksaan sedikitpun. Allah berfirman:

Tiada paksaan untuk (memasuki) agama Islam
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah
~ Al-Baqarah – QS 2 : 256 ~

INTEREST

Melihat pribadi dan sikap yang demikian menarik pada seorang Muslim, biasanya ada keinginan tahuan dari beberapa orang untuk mengenal Islam lebih jauh. Menurut pengalaman saya yang bekerja di satu perusahaan swasta Cina, para teman akan menganggap kita sebagai resource person mengenai ke-Islaman.

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul menunjukkan minat mereka. Inilah kesempatan yang sebaik-baiknya untuk memberikan masukan-masukan yang positif atas pertanyaan yang kebanyakan sangat logis. Misalnya: Kenapa seorang muslim shalat lima waktu? Kalau seorang tidak bisa menulis dan baca huruf Arab, apa boleh masuk Islam? Kenapa anak perempuan Islam mesti disunat? Mengapa wanita muslim ada yang pakai jilbab ada yang tidak? Kenapa harus naik haji? Kenapa tidak boleh makan babi? Dan lain sebagainya.

Kadang-kadang percakapan sehari-haripun bisa menjurus ke pembahasan masalah agama yang melahirkan komentar-komentar yang merupakan cerminan atas pemahaman mereka mengenai Islam. Komentar yang bernada “miring” harus segera kita luruskan, sedangkan yang sudah benar harus kita perkuat dengan masukan positif lainnya. Contoh komentar miring, seperti : “Jadi pak Haji enak ya, bisa punya istri empat”, “Para Ustadz tidak berbuat apa-apa untuk mencegah kerusakan moral bangsa atau sifat korup” dan sebagainya. Segera luruskan yang macam begini agar citra Islam bisa terjaga.

Tahap interest ini merupakan tahapan yang sangat penting dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meluruskan kesalahan persepsi mengenai Islam dan memperkuat citra-citra Islam yang positif. Allah berfirman :

Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik;
 dan bantahlah mereka dengan cara-cara yang terbaik.
~ An-Nahl – QS 16 : 125 ~

DECISION

Keputusan apa yang diharapkan dari target market? Ada beberapa pilihan alternatif:

  1. Paling sedikit kita harapkan bahwa ia tidak menghujat Islam 
  2. Bersimpati pada Islam, namun tetap teguh pada agamanya 
  3. Keinginan menjadi seorang Muslim yang benar.  

Pilihan tersebut diatas tergantung dari seberapa jauh usaha dan kemampuan seorang muslim meyakinkan orang lain dan seberapa teguh orang lain itu memegang prinsip beragamanya.

Yang penting dalam tahap ini, ialah seorang muslim harus secara aktif (tanpa memaksa!) membantu target market untuk memilih diantara alternatif diatas dengan terus berusaha memberi masukan tentang sifat-sifat dan sikap-sikap yang baik dari Islam sebagaimana diturunkan Allah dalam Al-Qur’an dan pengamalannya dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Kebebasan untuk memilih ini dapat disimpulkan dalam ayat berikut ini:

Katakanlah, Kebenaran itu dari Tuhanmu.
Barang siapa yang suka, hendaklah ia beriman,
 dan barangsiapa yang tidak suka silahkan mengingkarinya.
~ Al-Kahfi – QS 18 : 29 ~

ACTION.

Apa kiranya bentuk action dari mereka yang memilih salah satu dari tiga alternatif itu? Kalau yang pertama, akan bersikap indiferen (acuh tak acuh), tidak menjelekkan dan tidak pula memuji atau membenarkan Islam, toleransinya tergolong rendah.

Yang kedua, akan memberikan dukungan kepada setiap perbuatan baik yang dilakukan seorang muslim. Ia akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kaum Muslim untuk beribadah dan ikut memikirkan penyediaan tempat-tempat dan sarana ibadah di lingkungannya. Ia secara sadar melakukan kegiatan sosial bersama-sama dengan kaum muslimin dengan toleransi yang tinggi.

Yang ketiga, tentunya dengan mengucapkan kalimat syahadat: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa’asyhadu anna Muhammadarrasuulullaah”, “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah” Tentunya action yang ketiga yang diharapkan.

Namun bagaimanapun, perubahan sikap kearah pandangan yang positif terhadap Islam pada umumnya dan kaum Muslim khususnya, merupakan sesuatu yang bermanfaat guna membangun masyarakat Indonesia dengan toleransi beragama yang tinggi, terbebas dari curiga mencurigai sesama ummat beragama.

Kalaupun kita belum berhasil meyakinkan mereka, maka hendaknya kita meningkatkan kesabaran kita, dan mulai lagi mencari celah-celah untuk mem”promosi”kan Islam. Sebagai penutup marilah kita renungkan firman Allah ini:

Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar
dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini
 kebenaran ayat-ayat Allah itu menggelisahkan kamu.
~ Ar-Ruum – QS 30 : 60 ~


Bagaimana pendapat Anda?

Penulis: H. R. Bambang Irawan